Pages

Cara Penyampaiannya Beda

Sering nonton Acara di Metro TV yang judulnya "Tafsir Al-Mishbah" nggak? Itu salah satu acara favoritku. Pembawa acaranya Bapak Quraish Shihab, mantan menteri agama yang juga bapak dari Najwa Shihab. Beliau selalu kritis kalau mengkaji ayat-ayat Al-Qur'an. Gimana, ya... pokoknya setiap ayat tidak hanya ditafsirkan secara umum, tapi juga secara logika. Beliau bisa memberikan alasan yang masuk akal dari setiap perintah yang tercantum di Al-Qur'an. Berbeda dengan beberapa penceramah yang pada umumnya menekankan suatu perintah Al-Qur'an dengan suara terlalu lantang, yang menurutku malah terkesan memaksa. Itu yang aku suka dari Bapak Quraish Shihab. Apalagi dengan bahasanya yang santai dan nadanya yang bersahabat. Membuat pendengar merasa lebih damai dan terajak untuk ikut mengkaji Al-Qur'an bersamanya.

Waktu itu Pak Quraish Shihab sempet ngebahas masalah berfatwa. Dimana setiap orang yang... apa ya... istilahnya mengungkapkan suatu fatwa yang harus atau haram dilaksanakan harus benar-benar berilmu. Berfatwa itu susah, katanya.

Aku jadi teringat sama seorang guru. Di sekolah, setiap guru wajib membawakan pengarahan mengenai imtaq dan keagamaan setiap Jumat pagi di setiap kelas. Waktu itu kelasku sempat mendapatkan seorang guru yang pembawaannya sedikit berbeda.

Pertama, ia mengeluh kepada beberapa murid yang mengadukannya sebagai guru yang ajarannya sedikit menyimpang. Dan ia menyesalkan hal itu. Saat itu kami sekelas masih belum mengetahui apa-apa tentang beliau. Setelah akhirnya beliau mulai menyampaikan materi, hmm, gimana ya....

Contohnya, ia waktu itu membicarakan tentang memberi salam. Dimana menyampaikan salam merupakan sunnah dan menjawabnya merupakan sebuah kewajiban bagi yang mendengar.
Kemudian ia bercerita tentang memberi salam ketika meninggalkan rumah. Ketika kita masuk dan keluar rumah secara bolak-balik (misalkan ada yang tertinggal, atau apa) dan ketika kita terus memberi salam, kita hanya akan memberi kewajiban bagi orang-orang yang ada di rumah. Iya kalau mereka bisa menjawab, kalau tidak? Kita hanya menambah beban dan dosa bagi mereka.
Kurang lebih seperti itu penyampainnya.

Bagaimana ini? Apa itu berarti kita tidak boleh menebarkan salam? Dan maksudnya tidak bisa menjawab itu apa?
Padahal dari ajaran-ajaran yang telah kita peroleh dan pada umumnya kita ketahui dari Al-Qur'an, bahwa Allah itu Maha mengetahui dan Maha mengerti.

Pertama. Kalau kita mengucapkan salam ketika bolak-balik keluar-masuk rumah, dan orang yang di dalam tidak mendengar atau tidak mengetahui, apa itu tetap menjadi dosa baginya?

Kedua. Kita semua tahu kan, kalau menjawab salam itu termasuk hukum fardhu kifayah? Jika di suatu ruangan terdapat beberapa orang dan salah satunya telah menjawab, itu sudah cukup. Kalaupun di rumah itu hanya ada satu orang, apakah tidak mungkin, di dalam setiap rumah terdapat setidaknya satu makhluk selain manusia (misalnya jin, dsb)? Kalau misalnya mereka menjawabnya, apa itu tidak termasuk hitungan fardhu kifayah?

Ketiga. Kalau pun yang berada di dalam rumah tersebut tidak mampu melafalkannya, apakah tidak boleh, salam itu dijawab di dalam hati? Apa Allah tidak mengetahui itu?

Bukannya aku menyalahkan Bapak tersebut...... tapi........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar