Pages

About Happiness



"They say that in this world there are 2 kinds of happiness,
one kind of happiness you only know when the moment has passed
and the other happiness you only feel in the moment.
That happiness you feel in the moment is so precious
that they say that the memories of this kind of happiness can stay
with you and enlighten your life.
Maybe we can turn today into the happiness you feel in the moment
so that we can remember this happiness for the rest of our life."



-Jinguk
Dream High

Slowly but sure




“If you go slowly, you can see a lot more, in more detail,
than the people who go quickly.
If you ask me who would grow more between those two,
I’d say it’s the one who goes slowly and sees a lot.”



–Kang Oh Hyuk Teacher
Dream High

Pencerahan dari Pak Adi

20/09/11

Assalamualaykum.

Tadi pagi Pak Adi, guru matematikaku yang tinggalnya (ternyata) satu perumahan denganku, memberikan ceramah singkat. Beliau selalu datang pagi. Jadi sebelum pembacaan doa dimulai, Pak Adi pasti selalu sudah berada di kelas. Nggak kok, nggak juga. Pernah juga telat, tapi jarang.
Pagi ini beliau bercerita dan memberi nasihat di kelas kami. Tentang bagaimana kami harus menjalani kehidupan kami nantinya di dalam masyarakat. Sampai waktu pembacaan Al-Kitab juga habis karena ceramahnya.

Pak Adi menjelaskan bagaimana kami harus mengembangkan potensi hidup kami. Dimana di potensi hidup kita itu ada yang namanya pengembangan Attitude sama Kognitif.
Nilai kognitif itu memang sangat penting untuk kita kejar. Karena itu yang akan membantu kita untuk mewujudkan apa yang kita inginkan. Dengan nilai kognitif yang tinggi, kita mungkin bisa menjadi apa saja. Akan tetapi di dalam kehidupan yang sebenarnya, nilai tersebut hanya dapat berguna 15% saja dalam praktek di kehidupan kita sehari-hari. Sisanya tergantung kepada attitude yang kita miliki. Setinggi apapun kepintaran yang kita miliki, tapi kita tidak memiliki sikap dan perilaku yang baik, maka semua itu tidak akan bisa terlihat, selamanya. Apalagi kalau kita gagal dalam bersosialisasi.
Karena baru-baru ini kepala sekolah memberi penyuluhan mengenai pergaulan antar siswa lawan jenis. Para guru mungkin sudah mulai resah akan para anak muridnya yang pergaulannya hampir memasuki taraf ekstrim. Kalau di game Zuma, mungkin setara dengan level Sun God. Dengar-dengar banyak poto beredar yang ditangkap oleh beberapa wartawan yang akhirnya diedarkan di koran. Mengenai anak-anak berseragam SMA lawan jenis yang duduk berduaan dan melakukan sesuatu yang tidak-tidak. Entah asal sekolah mereka darimana. Mungkin para guru juga stress khawatir kalau anak SMA 1 juga termasuk di dalamnya. InsyaAllah tidak...

Melihat kondisi seperti ini, mereka sudah tidak akan pernah dipandang lagi dari segi kognitif. Isi dari kepala mereka tidak akan pernah dihargai, hanya karena attitude yang gagal mereka jaga dengan baik. Kesenangan sementara yang dapat menghancurkan masa depan mereka. Gagal menjaga attitude dampaknya dapat menjadi lebih parah daripada gagal mengembangkan bakat kognitif.
Mengapa demikian?

Di luar sana, banyak sekali pengusaha-pengusaha sukses, hasil DO (drop out) dari universitas-universitas terkemuka. Tadi sebenarnya Pak Adi menyebutkan nama-nama pemilik franchise yang gagal dalam pelajaran mereka dan di DO dari ITB. Tapi aku lupa, siapa-siapa aja yang tadi disebutkan sama Pak Adi. Pokonya salah satunya Andry Wongso, yang seorang pakar motivator Indonesia. Dan itupun tidak hanya mereka-mereka yang sukses bukan karena sekolah tinggi. Pembuat Facebook, pembuat Microsoft, pegolf yang awalnya latihan secara amatir, Tiger Woods, dan masih banyak lagi. Semuanya rata-rata sukses bukan karena kecerdasan mereka dalam bidang akademik. Akan tetapi karena kepribadian mereka yang menentukan masa depan mereka sendiri. Ketekunan dalam mengembangkan diri atas apa yang telah mereka miliki dan kuasai.

Makanya, Pak Adi pernah bilang kalau tidak ingin sembarangan memberi tambahan les kepada murid-murid yang minta les sama beliau. Karena ia tidak ingin ilmunya dipakai hanya untuk mengejar nilai. Tapi ia ingin memberikan ilmunya kepada para murid agar dapat berguna dalam kehidupan mereka selanjutnya. Di dalam kubur, malaikat tidak akan bertanya hasil dari sin 25 itu sama dengan berapa. Tapi bagaimana sin 25 itu dapat bermanfaat bagi orang lain dalam kehidupan di dunia ini.

Masa lulus SMA itu sama seperti waktu dimana kita keluar dari rumah. Di kehidupan SMA, bisa dibilang masih serupa dengan kehidupan rumah yang selalu di ingatkan makan, tidur, dll. Setiap kali ada yang membolos, sering telat, sering ketiduran di kelas, pasti diberi peringatan tegas. Dan tidak jarang orang tua dipanggil. Diberi pengarahan begini dan begitu agar tidak diulangi. Dan itu semua bukannya for nothing. Itu juga termasuk salah satu pembelajaran untuk kita.
Tapi setelah kita lulus SMA nanti, jangan harap akan ada lagi yang mengingatkan ini dan itu. Tidak akan ada lagi guru yang menegur kalau bermalas-malasan di kelas. Karena (katanya) semua dosen tidak ada yang ingin tahu bagaimana keadaan para mahasiswa mereka. Tidak akan ada lagi yang namanya diberi peringatan karena membolos atau tidak masuk. Karena kalau daftar absensi kita sudah bolong-bolong dan tidak memenuhi angka yang seharusnya, maka kata "DO" akan selalu bergentayang di sekitar anda. Tidak akan ada lagi yang namanya toleransi.
Jadi jangan sampai kalian salah pilih jalan hanya karena attitude kalian yang gagal kalian rawat dengan baik.

Supir angkot nyebelin

19/09/11

Assalamualaykum.

Barusan pulang dari konsul di PG sama Mbak Eli, bareng si Pamit. Waktu perjalanan pulang, di lampu merah, pertigaan perumnas, kebetulan motorku berhenti di sebelah kiri sebuah angkot. Di dalam angkot tersebut ada sepasang suami istri yang duduk di kursi depan. Yaaa, sepertinya sih, suami istri. Ibunya itu berjilbab panjang. Sepertinya memakai gamis. Sepertinya, lho ya... Sedangkan supirnya, yang sepertinya suaminya itu, rambutnya agak gimbal, kancing baju yang bagian atas kebuka beberapa, gondrong, dan... merokok.
Karena waktu aku datang, lampunya baru pindah dari kuning ke merah, jadi aku sempat curi-curi pandang memperhatikan ibu tadi. Mukanya baik... apa, ya. Teduh... gimanaaa gitu. Nyaman aja ngelihatnya. Karena cuma sebelahan, jadi percakapan mereka juga lumayan terdengar (alias nguping).
Mereka ngomongnya medhok jawa, jadi aku masih agak mudeng dengernya. Ibu tadi ngomongnya pelan, dan sepertinya hati-hati. Sepertinya takut sama suaminya itu, deh. Soalnya suaminya itu logatnya jawa kasar. Nadanya pun kasar. Misalnya, ya... Ini pembicaraan mereka seingatku...

Si Ibu :
"Yo mbok rausah diladeni wong koyok ngono"
("Ya nggak usah diladenin orang kayak gitu")


Si Bapak :
"Halah, rausah, rausah. Kon iku ngerti opo"
 ("Halah, nggak usah, nggak usah. Kamu itu ngerti apa")


Si Ibu : 
"Yowes, ngkok awakku wae sing ngomongno ke de'e"
("Ya sudah, nanti aku aja yang ngomong ke dia")


Si Bapak : 
"Wis, tha. Kon iku nek ra ngerti opo-opo wis menengo wae"
("Sudah, lah. Kamu itu kalo nggak ngerti apa-apa, ya sudah. Diam aja")


Bapak itu ngomong dengan nada kasar dan ngebentak, sakit banget buat didengar. Lalu si ibu diam, ngalah. Antara mengalah dan takut sama si Suaminya itu. Menurutku ibu itu sudah menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri dengan cukup baik. Tidak menentang perkataannya, tidak mengeraskan suara kepadanya. Dan menjaga diri dengan menutup auratnya.
Seketika yang terlintas di kepalaku...

Si bapak tega banget.

Dia punya istri buat dicintai. Buat membahagiakan hidupnya. Agar ada seseorang yang selalu di sisinya. Istrinya rela menyandang predikat sebagai seorang istri dari seorang pekerja sepertinya. Istrinya tanpa beban menutup auratnya. Tapi si bapak malah begitu. Membentak, merokok pula.

Ya memang, sih. Banyak orang yang masih dengan gampangnya menyepelekan perasaan seorang wanita. Seorang wanita yang sabar, lemah lembut, selalu tersenyum, sering kali dianggap kalau mereka takut. Seenaknya tidak menghargai perasaan mereka. Apa aku salah? Sebagian dari semua wanita pasti pernah merasakannya, kan? Kadang ketika ngobrol, orang sering membentak, nyolot, ngatain, sengaja nyindir, dll. Karena mereka sudah yakin kalau mereka nggak akan mendapat balasan dari orang tersebut. Para cowok pun nggak sedikit yang ngomong ke cewek dengan suara yang nggak santai.

Yah... dangkal banget. Pikiran mereka.

Mereka pikir hati mereka kayak plastisin kali, ya? Diapa-apain aja nggak bakal rusak, malah bisa balik lagi seperti semula. Karena mungkin sebagian dari mereka tidak tahu dan tidak ingin tahu cara menghargai orang itu seperti apa. Nabi Muhammad pun mungkin hatinya tidak seperti plastisin. Beliau juga manusia. Pasti hatinya sangat sakit menerima perlakuan para kaum-kaum di sekitarnya saat itu. Tapi beliau diberi kesabaran lebih oleh Allah untuk me-manage hatinya itu. Karena beliau membawa tanggungan yang cukup berat demi menyebarkan agama kita.

"Allahumma shalli alaa syayyidinaa Muhammad"

Dari dulu aku sering dengar beberapa teman ngadu, "Aku itu nggak suka dibentak", "Aku nggak bisa dimarahin", "Aku benci kalau aku nanya, terus dijawab bete, gitu".
Padahal nggak perlu dikatakan secara lisan, semua orang juga sudah tahu. Dan semua orang pasti merasakan hal yang sama. Siapa coba, yang suka dibentak? Siapa yang suka dimarahin? Ada kah yang senang kalau kita nanya santai, dijawab sewot? Mereka berkata seperti itu untuk apa? Agar yang dengar nggak melakukan hal tersebut ke mereka. Iya, dan itu nggak salah juga, sih. Tapi kan jadinya nggak keren. Apalagi kalau mereka sampai berbuat seperti apa yang mereka omongin. Itu seribu kali lebih nggak keren lagi.

Oke, back to the main story.

Walaupun seberat apapun pekerjaannya si bapak itu tadi, yang mungkin membuatnya badmood sore itu juga, tapi apa sekosong itu kesadarannya untuk memahami perasaan si ibu tadi? Seenggaknya walaupun kesal, pelankan aja lah, suaranya. Sakit lho, dengar suara orang yang nyolot. Apalagi orang terdekat. Kalau orang lain, bisa langsung dibenci dan ilfil. Tapi kalau orang yang dicintai, apalagi suami sendiri, pasti langsung eror deh, ini kepala. Bukan kata benci yang terlintas dipikiran, tapi kecewa. Kenapa kecewa? Because it's the most painful. Yang telah memberi cinta setulus hati, malah diperlakukan seperti itu oleh yang diberi cinta itu. Hanya bisa diam dan tidak ingin menyakiti balik hatinya, dengan melawan. Karena apa? Karena tidak ingin kehilangan. Aku yang bertahun-tahun ngenes menjomblo aja bisa membayangkan bagaimana rasanya. Sakit banget, pastinya.

Di sisi lain. Dari luar aja sudah bisa dilihat, kalau si ibu tadi sudah berusaha membersihkan dirinya luar-dalam. Dengan menutup aurat, memakai jibab besar. Si suami malah dengan cueknya tidak berusaha memberishkan dirinya demi istrinya. Ini bukan masalah rambutnya yang gondrong, keriting berantakan, atau masalah kancing bajunya yang kebuka-buka bagian atasnya. Itu mah masih bisa dimaklumi. Beliau kerja dari pagi sampai sore begitu. Tapi ini masalah merokok.
Umumnya wanita tidak suka yang namanya perokok. Selain asapnya yang mengganggu dan bau perokok yang khas dan... hmm... begitulah, pastinya perokok juga membawa dampak buat orang-orang di sekitarnya (terutama pasangan dan anak-anak mereka). Dan dampak negatif dari perokok pasif itu tidak sekecil seperti orang yang ketularan sakit cacar, lho. Seperti Alm. temannya Titi Kamal yang waktu itu dia bahas di twitter, meninggal karena ayahnya yang perokok, sehingga ia yang perokok pasif, yang mau tidak mau harus menanggung akibatnya, mengidap penyakit tersebut.
Dan lagi, ibu mana yang ingin kondisi anaknya "kenapa-kenapa"? Tapi sebagian besar para istri pasti menghormati suaminya. Dan itu juga tidak salah.

Alangkah lebih baik kalau suaminya yang bisa lebih mengerti perasaan si istri.
Ya, Allah... mudahan nanti Imamku lebih baik lagi, Ya Allah... Kurang lebih seperti Bapakku, lah...
Amiiiiiin, Ya Allah (")(~_~)(")

Ninin

17/09/11

Assalamualaykum.

Brrr... Niniiin...
Brrr... jam 6 pas. Dan aku masih berani-beraninya megang laptop buat nulis post ini. Brrr... Ninin banget nih. Brrr... Hahaha...
Sumpah pagi ini dingin banget. Hujan beberapa hari berturut-tutut. Sholat Subuh aja dari kemarin sering keulang-ulang terus, gara-gara... tuuuuut~
Dari kemarin pasti kentutnya pas sudah masuk rakaat kedua. Errr -_-

Oh iya. Tadi malem kan aku motokopi Rapot, Ijazah, sama SKHU buat dikumpul ke Pak Udin sama buat ngelegalisir buat daftar ke PP BCA. Aku motokopi banyak banget. Soalnya buat jaga-jaga juga. Pas sudah selesai dirapihin sama Bapak potokopinya...

"Berapa, Pak?"

"tiga puluh"

"................."
(nggumam dalam hati: Wuaddduh mati aku, aku cuma bawa 20 ribu, lagi)

Aku nyari-nyari kata buat ngerayu Bapaknya (yang mukanya horor abis) biar bisa pulang ngambil duit, tanpa menyakiti hati beliau.

"Hmm... Pak, ini saya taroh sini dulu... saya mau ngambil uang, nanti saya balik lagi" <--- Ekspektasi

"Hmm... Pak, ini saya taroh sini..."
(belum selesai kalimatku)

"tiga puluh"

"Iya, pak... ini saya taroh sini dulu... saya mau ngambil..."

"dikali 2. enam ribu."

...

KRIK.

"Baiklah, bapak"

Pagi-pagi dibikin panik

11/09/11

Assalamualaykum.
Tanggal cantik, niyee...

Pagi-pagi jam 7-an, aku, Obi, sama Mama sudah rajin beres-beres rumah. Seharusnya memang begini. Iya, memang harus begini (padahal kudu diteriakin di telinga dulu baru bisa bangun).
Bapak ngelembur semaleman, dan waktu aku masuk ke kamarnya, beliau masih aja megang laptop, ngelanjutin kerjaan. Bapak kalau menyelesaikan apa-apa pasti selalu pagi. Jadi siangnya tinggal santai-santai di rumah. Nggak kayak aku... biasa siangnya dulu yang santai-santai, pas H-1 (maksudnya H-1 jam, alias tengah malem) baru kelabakan ngerjain tugas-tugas sekolah -__-
Padahal aku sudah sering nawarin...

"Pak... ada yang bisa kuketik, kah?"
"Nggak usah... kamu belajar aja..."

Yoweeees -_-

Mama bagian masak-masak buat sarapan sama makan malem. Aku bagian nyapu-nyapu, dari teras, ruang tamu, kamar, pokoknya seisi rumah, lah. Obi bagian ngelap-ngelap yang berdebu.
Setelah pekerjaan kita sudah pada kelar masing-masing, Mama masih di dapur, duduk sambil ngangkat-ngangkat rambut belakangnya, terus ngipas-ngipasin pakai tangannya sendiri. Mukanya penuh keringat. Mama kalau kecapean kadang-kadang keringetannya kayak habis senam SKJ di perumahan. Tapi kali ini aku panik banget.

"Haduh... nggak kuat aku, trid."
 Mama ngomong kayak gitu berulang-ulang. Aku cuma bisa ngipasin pake majalah ASIAN yang kubeli minggu lalu.

"Istirahat aja sudah, Ma..."
"Nggak kuat aku, trid. Nggak kuat."

Aku makin panik.

"Pokoknya besok aku mau potong rambut. Nggak kuat aku. Gerah betul leherku."

Lalu beliau berdiri dan berlalu begitu saja menuju kamar.

The End.

Farewell Party

07/09/11

Assalamualaykum.

Karena rumah sepi banget waktu aku pulang, aku sms Bapak sama Mama, posisi lagi pada dimana. Tapi karena nggak dibalas, jadi kutelpon Bapak.

"Pak, lagi dimana?"

"Sudah di depan rumah Om Eko, sebentar lagi nyampe rumah."

"Oh iya. Printernya nggak bisa, Pak. Aku nanti mau ngeprint di luar, ya."

"Iya... nanti sekalian aja ngeprint pas keluar nanti."

"Nanti malam mau jalan kah, Pak?"

"Iya... kan mau ngadain farewell party."

"Hah, siapa mau kemana?"

"Mas Dadit kan mau balik, besok lusa."

"Oooh..."

Padahal dalam hati..........

Damn tonight !!!
I hate farewell !!!!!

Nggak usah balik, nah...
TT_____TT

Namaku "Asmul"

07/09/11

Assalamualaykum.

Tadi pagi persis seperti pagi-pagi sebelumnya. Pagi ini tema telatnya karena habis sahur (buat puasa Syawal) tadi malah ketiduran lagi, dan waktu melek sudah jam setengah 7. zzz -.-

Mama : "Hmm, ndelok'en tha. Yah mene sik muleeek wae koyok entut nang njeroh sarung. Muteeer wae."

Bapak : "Ya sudah, mulai sekarang namamu tak ganti menjadi 'Asmul'. 'Astrid Mulek'."

Aku : "..."

Iya, pak... iya...



Glosarium:
Ndelok = 'Lihat'
Yah mene = apa, ya... hmm... semacem 'Sekarang' gitu deh...
Njeroh = 'Dalam'
Mulek = 'Muter, bolak-balik'

Okay! I know the answer!

The answer is inside of meeeee... yeah!
- One ok Rock - Answer is near

Aku cuma perlu diam, dan menjalankan bagianku aja.

"belajar aja. just do our part. belajar biar pinter. kalau sudah pinter, kita bisa jadi orang hebat. kalau sudah hebat, we can do anything, we can fix everything. kita optimis aja."

"diam aja lebih baik."

Yeah! This is it! 
Be quiet, but still on my line. Isn't it?

Thanks for these words!

Say...


What would you do if you want to protect people you love, but you have no power for it...?

you had no right to speak up and all you could do is watch...

Say it to me...

Tell me, what i have to do now...?

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmfuckmeqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmstupidme.

Sungkeman...?

01/09/11

Assalamualaikum.

Sungkeman? Aku baru saja mendengar suatu pendapat dari salah satu orang terdekatku, bahwa "sungkeman" tidak dibolehkan. Mengapa? Karena menurut mereka sungkeman itu dilakukan dengan cara membungkukkan badan atau serupa dengan rukuk, dimana dalam rukuk itu kita merendahkan diri dan merendahkan hati kita kepada mereka, yang seharusnya hanya boleh dilakukan hanya kepada Allah SWT.

Tapi... aku masih bingung.

Apakah rukuk dengan niat merendahkan diri kepada orang tua tidak bisa dibedakan dengan rukuk dengan niat merendahkan diri kepada Allah? Apa kita tidak bisa membedakan niat ketika kita berada di posisi sebagai seorang anak dan ketika berada di posisi debagai seorang hamba? Apa jika kita rukuk kepada orang tua, berarti kita menyembah orang tua?





Lagian... seperti ini deh gampangnya. Kalau misalnya kita hanya boleh merendahkan diri kepada Allah, berarti kita tidak boleh merendahkan diri kepada orang tua? Lalu untuk apa kita memelankan suara ketika berbicara kepada mereka? Misalnya saja ketika kita duduk di kursi, lalu kita melihat orang tua duduk di lantai, kita otomatis menawarkan mereka untuk duduk di kursi, sementara kita duduk di tempat yang lebih rendah. Apa itu berarti kita mendewakan mereka? Itu sesuatu yang sama sekali berbeda ketika kita menghadap kepada Allah, kan?

Seperti halnya ini. Kita pastinya pernah mendengar, kan. Ada sebuah sekolah yang tidak membolehkan para muridnya untuk berupacara bendera pada hari Senin. Dengan alasan karena menghormat hanya boleh dilakukan kepada Allah SWT.
Apa kalau kita menghormati bendera, apa berarti kita menyembah bendera? Apa kita terlalu susah untuk membedakan niat untuk beribadah kepada Allah dan menghormati Negara kita?
Posisi menghormati bendera itu seperti apa, sih? Apa termasuk dalam salah satu rukun Sholat?




Apa kita berada dalam posisi seperti ini ketika beribadah kepada Tuhan? Dimana segi menyembahnya?

Lalu masalah merendahkan hati. Apa kita tidak boleh berendah hati kepada mereka, berarti? Jangankan kepada mereka. Kepada sesama manusia berati kita tidak boleh berendah hati? Kalaupun dalam konteks yang berbeda, berbedanya seperti apa? Beri alasan yang jelas.
Tapi sebenarnya kita sudah bisa membedakannya, kan. Kita sendiri hanya dengan berpikir secara garis besar bisa membedakan perilaku kita ketika berhadapan kepada Tuhan dan kepada orangtua kita. Tidak lupa kan, kalau Allah menyuruh kita memuliakan orang tua?
Dalam kesempatan mana lagi kita dapat meminta maaf atas segala kesalahan, kekasaran kita kepada mereka secara langsung? Kapan lagi semua sakit hati antara kita dan orangtua bisa dengan murni begitu saja termaafkan? Apa kalian yakin, dalam kehidupan sehari-hari bisa dengan gampangnya meminta maaf?
Sungkeman atau tidak, itu hak setiap keluarga, sih. Tidak bisa dipaksakan jika tidak berkenan. Tapi yakinkan kalau kalian bisa saling meminta maaf dan saling mendoakan orangtua kalian dalam kehidupan sehari-hari.
(ya... bukan berarti juga kalian boleh sering-sering bikin kesalahan pada orangtua kalian, kalau kalian memang melaksanakan acara sungkeman tiap tahun...)

*mohon maaf ya.... gambarnya.... Hahahahahaha